Etnobotani Tumbuhan sebagai Bahan Tambahan Pangan oleh Masyarakat Suku Dayak Bakati’ di Dusun Segiring Kabupaten Bengkayang

Syamswisna Syamswisna

Abstract


Ethnobotany is a community tradition of using plants to meet their daily needs, which is a legacy from generation to generation. This study aimed to identify the types of plants used as food additives by the Dayak Bakati Tribe in Segiring Hamlet, Bengkayang Regency, West Kalimantan Province. This study used descriptive methods, made direct observations at the research site, and conducted interviews with informants. The informants are women from the Dayak Bakati Tribe who use plants as food additives and live in Bengkayang Regency. Data was collected using triangulation, namely interviewing informants, observing, and documenting photographs for the documentation of the plant. Information on plants used for ingredients added to food is identified to determine the scientific name. Plants used as food additives by the Dayak Bakati' Tribe in Dusun Segiring, Bengkayang Regency, are 40 species consisting of 24 Families, namely: Zingeberaceae, Apiaceae, Solanaceae, Rutaceae, Fabaceae, Liliaceae, Oxalidaceae, Myrtaceae, Amaryllidaceae, Araliaceae, Lauraceae, Anacardiaceae, Arecaceae, Laminaceae, Euphorbiaceae, Polygonaceae, Piperaceae, Gnetaceae, Bromeliaceae, Pandanaceae, Poaceae, Apiaceae, Sapindaceae, and Strombociaceae. The leaves of the plants Arytera littoralis and Lepionurus sylvestris are used by the Dayak Bakati' Tribe as additional cooking ingredients because they give a taste and aroma like mice. The parts of the plant used are bark and stems, leaves, seeds, tubers, rhizomes, and fruit. The part of the plant that is often used is the leaf. Processing is by slicing/ cutting into small pieces, mashed, and the plant organs utilized are directly inserted into the food being processed. Plants as food additives do not have side effects, they are better used than seasonings containing chemicals.

Keywords


Ethnobotany, Food Additives, Dayak Bakati'.

Full Text:

Full Paper

References


Amboupe, D., Hartana, A., dan Purwanto, Y. (2019). Kajian Etnobotani Tumbuhan Pangan Masyarakat Suku Bentong di Kabupaten Barru Sulawesi Selatan-Indonesia. Media Konservasi, 24(3), 278-286.

Andriyani, P., Masriani, dan Muharini, R. (2019). Pemanfaatan Tumbuhan sebagai Zat Aditif Makanan oleh Masyarakat Desa Rasau Jaya Umum Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat. Jurnal Pendidikan Matematika dan IPA, 10(1), 74-87.

Aziz, I.R., Rahajeng, A.R.P., dan Susilo. (2018). Peran Etnobotani sebagai Upaya Konservasi Keanekaragaman Hayati oleh Berbagai Suku di Indonesia. In Seminar Nasional Megabiodiversitas Indonesia (pp. 54-57). Makassar, Indonesia: Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

Cahyadi, W. (2006). Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan (Cetakan Pertama). Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Dirgari, Y., Syamswisna, dan Tenriawaru, A.B. (2022). Studi Etnobotani Upacara Adat Budaya Menanam Padi Suku Dayak Bakati’ di Dusun Segiring Kabupaten Bengkayang. Bioscientist : Jurnal Ilmiah Biologi, 10(1), 35-46.

Karunia, F.B. (2013). Kajian Penggunaan Zat Aditif Makanan (Pemanis dan Pewarna) pada Kudapan Bahan Pangan Lokal di Pasar Kota Semarang. Jurnal Penelitian, 2(2), 72-78.

Kusnoto, Y., dan Purmintasari, Y.D. (2018). Pemukiman Awal Sungai Kapuas. Jurnal Socia: Jurnal Ilmu-ilmu Sosial, 15(1), 71-78.

Manangka, Christopher, A., Riza, L., dan Mukarlina. (2017). Pemanfaatan Tumbuhan sebagai Penyedap Rasa Alami oleh Masyarakat Suku Dayak Kanayatn Desa Sebatih Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak. Jurnal Protobiont, 6(3), 158-164.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. 2012. Jakarta: Departemen Kesehatan.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 239/Menkes/Per/V/85 tentang Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya. 1985. Jakarta: Departemen Kesehatan.

Ramadhan, S.F., Metusala, D., dan Sinaga, M. (2017). Potensi Pengembangan Tradisi Etnobotani sebagai Ekowisata Berkelanjutan: Studi Kasus Suku Mentawai di Pulau Siberut, Kepulauan Mentawai. Jurnal Pro-Life, 4(2), 364-374.

Ramlawati, Hamka, L., Saenab, S., dan Yunus, S.R. (2017). Zat Aditif dan Adiktif serta Sifat Bahan dan Pemanfaatannya. Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Ratnani, R.D. (2009). Bahaya Bahan Tambahan Makanan bagi Kesehatan. Jurnal Penelitian, 5(1), 16-22.

Robi, Y., Kartikawati, S.M., dan Muflihati. (2019). Etnobotani Rempah Tradisional di Desa Empoto Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat. Jurnal Hutan Lestari, 7(1), 130-142.

Santa, Epi, K., Mukarlina, dan Riza, L. (2015). Kajian Etnobotani Tumbuhan yang Digunakan sebagai Zat Pewarna Alami oleh Suku Dayak Iban di Desa Mensiau Kabupaten Kapuas Hulu. Jurnal Protobiont, 4(1), 58-61.

Saparinto, C., dan Hidayati, D. (2006). Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta: Kanisius.

Siboro, T.D. (2019). Manfaat Keanekaragaman Hayati terhadap Lingkungan. Jurnal Ilmiah Saintek, 3(1), 1-4.

Winarno, F.G., dan Arman, M. (1991). Fisiologi Lepas Panen. Jakarta: Sastra Hudaya.

Yusriadi. (2018). Identitas Dayak dan Melayu di Kalimantan Barat. Handep: Jurnal Sejarah dan Budaya, 1(2), 1-16.




DOI: https://doi.org/10.33394/bioscientist.v11i1.6492

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.

Creative Commons License
Bioscientist : Jurnal Ilmiah Biologi is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License

Editorial Address: Pemuda Street No. 59A, Catur Building Floor I, Mataram City, West Nusa Tenggara Province, Indonesia